Minggu, 21 Maret 2010


Jalur Kereta.
Jakarta, 04 May 2007 08:40:44

Sekelompok anak kecil sedang bermain di dekat dua jalur kereta api. Jalur yang pertama adalah jalur aktif (masih sering dilewati KA), sementara jalur kedua sudah tidak aktif. Hanya seorang anak yang bermain di jalur yang tidak aktif (tidak pernah lagi dilewati KA), sementara lainnya bermain di jalur KA yang masih aktif.


Tiba-tiba terlihat ada kereta api yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Kebetulan Anda berada di depan panel persimpangan yang mengatur arah KA tersebut. Apakah Anda akan memindahkan arah KA tersebut ke jalur yang sudah tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yang sedang bermain. Namun hal ini berarti Anda mengorbankan seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yang tidak aktif. Atau Anda akan membiarkan kereta tersebut tetap berada di jalur yang seharusnya?


Mari berhenti sejenak dan berpikir keputusan apa yang sebaiknya kita ambil.


Sebagian besar orang akan memilih untuk memindahkan arah kereta dan hanya mengorbankan jiwa seorang anak. Anda mungkin memiliki pilihan yang sama karena dengan menyelamatkan sebagian besar anak dan hanya kehilangan seorang anak adalah sebuah keputusan yang rasional dan dapat disyahkan baik secara moral maupun emosional.


Namun sadarkah Anda bahwa anak yang memilih untuk bermain di jalur KA yang sudah tidak aktif, berada di pihak yang benar karena telah memilih untuk bermain di tempat yang aman? Di samping itu, dia harus dikorbankan justru karena kecerobohan teman-temannya yang bermain di tempat berbahaya.


Dilema semacam ini terjadi di sekitar kita setiap hari. Di kantor, di masyarakat, di dunia politik dan terutama dalam kehidupan demokrasi, pihak minoritas harus dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Tidak peduli betapa bodoh dan cerobohnya pihak mayoritas tersebut. Nyawa seorang anak yang memilih untuk tidak bermain bersama teman-temannya di jalur KA yang berbahaya telah dikesampingkan. Dan bahkan mungkin tidak kita tidak akan menyesalkan kejadian tersebut.


Seorang teman berpendapat bahwa dia tidak akan mengubah arah laju kereta karena dia percaya anak-anak yang bermain di jalur KA yang masih aktif sangat sadar bahwa jalur tersebut masih aktif. Akibatnya mereka akan segera lari ketika mendengar suara kereta mendekat. Jika arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka seorang anak yang sedang bermain di jalur tersebut pasti akan tewas karena dia tidak pernah berpikir bahwa kereta akan menuju jalur tersebut. Di samping itu, alasan sebuah jalur KA dinonaktifkan kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Bila arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka kita telah membahayakan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta. Dan mungkin langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan sekumpulan anak dengan mengorbankan seorang anak, akan mengorbankan lagi ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.


Kita harus sadar bahwa HIDUP penuh dengan keputusan sulit yang harus dibuat. Dan mungkin kita tidak akan menyadari bahwa sebuah keputusan yang cepat tidak selalu menjadi keputusan yang benar. "Ingatlah bahwa sesuatu yang benar tidak selalu populer dan sesuatu yang populer tidak selalu benar".


di sadur dari pesan "Komunitas Arsitektur ISTP"
yg merupakan Kutipan dari Landung Subiarto

Arsitektur Tropis

Pengertian Arsitektur Tropis

Dalam pengertiannya Arsitektur Tropis dapat diuraikan sebagai berikut :

Ø Arsitektur adalah lingkungan buatan yang mempunyai bermacam-macam kegunaan melindungi manusia dan kegiatan-kegiatan serta hak miliknya dari elemen-elemen seperti musuh dan kekuatan-kekuatan kodrati, membuat tempat, menciptakan suatu kawasan aman yang berpenduduk dalam dunia fana dan cukup berbahaya, menekankan pada taraf sosial dan menunjukkan status.[1]

Ø Sedangkan tropis dapat didefenisikan sebagai daerah yang terletak diantara garis Isoterm 20° di sebelah bumi Utara dan Selatan.[2] Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia tropis adalah daerah disekitar Khatulistiwa daerah yang beriklim panas.[3]


Dari pengertian penggalan kata diatas maka pengertian Arsitektur Tropis adalah lingkungan buatan manusia sebagai tempat berlindung dan melaksanakan kegiatan yang dirancang dengan melakukan kompromi, penyesuaian atau pendekatan terhadap daerah khatulistiwa yang beriklim panas.

Contoh Aplikasi Bangunan Arsitektur Tropis di Indonesia

Bangunan yang terletak di Jl. Sudirman, Jakarta ini secara teknis bentuknya merupakan solusi dari problem iklim panas dan lembab. Bangunan ini menggunakan sistem cantilever untuk menghalangi sinar matahari langsung masuk ke dalam bangunan. Bentuk cantilever ini secara langsung mengambil konsep dari bentuk atap tradisional Indonesia, yaitu bentuk atap yang melebar membentuk permainan cahaya yang unik dan juga berfungsi unttuk menangkap angin. Bayangan inilah yang menjadi ide dasar permainan bentuk pada bangunan wisma Dharmala Sakti.

Pintu masuk utama bangunan melalui plaza terbuka dengan atap yang tinggi, dimaksudkan untuk memperoleh pencahayaan alami dengan pengolahan bentyuk atrium yang dibentuk oleh teras di lantai atasnya. Plaza ini menghubungkan ruang tamu ke beerbagai ruang yang mengolah permainan perbedaan ketinggian lantai dengan tangga yang di sisi kiri kanannya terdapat aliran air yang mengarah ke kolam kecil di lantai. Atrium terbuka ini di rancang untuk menciptakan suasana pedesaan, dengan kemudahan pencapaian dan kesan alamiah sebagaimana pada umumnya terdapat di pedesaan.

Walaupun terkesan pengerjaannya sulit dan mahal, tetapi hal ini dikompensasikan dengan daya pendingin udara yang lebih kecil, untuk menghindari sinar matahari secara langsung, sehingga biaya perawatan akan lebih murah.

Kesimpulan yang dapat diambil dari studi banding terhadap bangunan Wisma Dharmala Sakti Surabaya adalah :

  • Penggunaan kantilever dengan bentuk atap tradisional Indonesia untuk menghalangi sinar matahari langsung masuk kedalam bangunan selain untuk menangkap angin.

  • Plaza terbuka dengan atap yang tinggi pada pintu masuk utama bangunan untuk memperoleh pencahayaan alami.




[1] James C. Synder – Anthony J Catanese, Pengantar Arsitektur, Penerbit Erlangga, 1994.

[2] DR. Ing. Georg Lippsmeier, Bangunan Tropis, Edisi ke-2, Penerbit Erlangga, 1994, Hal 1.

[3] Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1995.